Saya agak kaget sedikit sih saat
mengecek postingan bulan September kemarin yang hanya tiga artikel. Dan itupun
artikel pesanan semua. Padahal biasanya saya selalu membuat postingan tentang
Parenting. Tetapi bulan September kemarin malah ga ada sama sekali. Hufftt. Saya kemudian menyadari, cukup sudah masa bersedih ini.
Sejujurnya kami masih berduka dengan
kepergian mama. Apalagi sejak mama sakit bulan Juli lalu. Rasanya jarak yang
begitu cepat dari mama sehat kemudian sakit dan berpulang. Bahkan saya sendiri
masih ngedraft catatan tentang kepergian mama. Yang sampai hari ini masih belum tayang. Tetapi kemudian saya pikir kehilangan
itu tetap harus dituliskan sebagai kenangan. Terutama menyimpan foto-foto
beliau semasa hidup.
Satu yang saya sesali adalah saya ga
punya rekaman suara mama. Ya Allah. Sedihnya masih sampai sekarang. Bahkan saya
selalu berusaha mengingat-ngingat suara beliau. Padahal mama belum lama
berpulang. Saya takut saya lupa suara beliau. Sebentar, saya menghapus ujung
mata yang tiba-tiba basah ini. Ketika saya mengecek handphone pun saya menyesal
betapa banyak panggilan mama yang tidak saya angkat. Biasanya saat saya bekerja
atau di perjalanan dan saya tidak mendengar panggilan beliau. Ya Allah,
astaghfirullah.
Kenangan-Kenangan Yang Membuat Ujung Mata Basah
Benar kata orang bahwa kehilangan terbesar itu saat dipisah oleh maut. Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan selain mengirim doa dan amalan yang kita harapkan sampai kepada mereka yang sudah wafat. Bahkan saat sedang mengajar saya terdiam sejenak karena saat itu saya mengenakan gamis milik mama. Iya, beberapa gamis mama saya minta. Kata kaka semoga menjadi amal jariyah mama karena saya gunakan untuk mengajar. Tak hanya itu sesekali saya menulis pesan ke nomor whatsapp beliau, meskipun yakin tidak akan terkirim. Tetapi lega sudah mengirim pesan. Karena dahulu saya jarang berkirim pesan. Karena mama tidak bisa membaca pesan di handphone karena keterbatasan penglihatan. Dahulu jika ingin mencoba resep masakan khas Banjar saya selalu menelpon mama. Sekedar bertanya bumbu apa yang digunakan. Padahal kalau saya googling di internetpun bisa dapatkan resep itu. Tetapi menelpon mama menanyakan resep andalan beliau rasanya lebih afdhol.
Saya ingat sekali di saat beliau
sakit. Mama tidak mau digantikan p*p*knya oleh yang lain kecuali saya. Mama bilang
beliau suka dengan gaya saya membersihkan badan beliau. Biasanya memang saat
membersihkan badan mama saya selalu bershalawat dan mengajak mama istighfar. Ada
saat saya kelelahan pulang kerja dan harus ke rumah beliau untuk membersihkan
beliau saya terlupa memulai dengan basmalah dan beliau mengingatkan. “Kok ga
pake shalawat?” Tanya beliau. Kemudian saya membacakan shalawat lagi. Sedihnya
saya belum memberikan yang terbaik untuk beliau. Bahkan materi pun saya ini
terhitung paling ga ada kontribusi ke mama dibandingkan saudara saya yang lain.
Tetapi mama selalu menguatkan betapa beliau selalu bersyukur memiliki saya dan
anak-anak. Bahkan saya ingat saat bercerita saya akan berhenti saja kuliah S2
karena beratnya biaya saat itu. Dan beliau melepas gelang beliau yang ada di
pergelangan tangannya. “Pakai punya mama, ga boleh ada anak mama yang sekolahnya
berenti di tengah jalan” Ya Allah, Mama”.
Salah satu yang saya syukuri saya mendampingi beliau di masa-masa terakhir hidupnya. Turut memandikan dan mengkafani. Membasuh wajah beliau yang bersih. Ya Allah ampuni segala dosa mamaku dan terimalah seluruh amal ibadahnya. Aamiin. Saya berjanji akan lebih banyak menulis lagi semoga menjadi amal jariyah untuk mama.
Kepergian mama memang membuat saya
malas bertemu banyak orang. Bahkan saat mama berpulang saya hanya mengabari
beberapa orang saja yang saya anggap penting. Terima kasih untuk para kerabat
dan sahabat yang bertakziyah dan ikut menyolatkan mama. Semoga menjadi amal
jariyah untuk semua ya Allah.
Dan beberapa waktu lalu saya mendapat
email dari sebuah kampus di Malaysia dan mereka mengabarkan pengajuan desertasi
doctoral saya di approved. Dan rasanya agak sedih mama tidak bisa saya kabari
tentang berita baik ini. Padahal beliau yang paling depan mendukung saya untuk
lanjut kuliah S3. Padahal saya yakin banget beliau pasti terdepan yang
menyemangati saya untuk maju kuliah lagi. Beliau selalu terdepan untuk
mendukung pendidikan saya. Bagi mama “Kita boleh ga punya apa-apa tapi jangan
sampai tidak berpendidikan”. Sebagai seorang single parents dari kami kecil
mama selalu berusaha agar kami bersekolah setinggi mungkin. Bahkan saya dan
adik lanjut S2 mama selalu mendoakan agar studi kami berdua lancar. Itulah kenapa
saya selalu merasa bersemangat menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di
sela-sela pekerjaan karena terpacu dengan doa mama. Selamat jalan mama menuju keabadian. Kita berjumpa lagi kelak ya Ma di jannah-Nya. Aamiin.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَ وَارْحَمْهَ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهَ وَأَكْرِمْ نُزُلَهَ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهَ وَاغْسِلْهَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهَ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهَ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ
Allohummaghfirlaha warhamha wa’aafihi wa’fu ‘anha wa akrim nuzulaha wawassi’ mudkholaha waghsilha bil maa-i wats tsalji wal barod. Wa naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danas. Wa abdilha daaron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa zaujan khoiron min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzha min ‘adzaabin qobri au min ‘adzaabin naar
Saat ini saya berusaha menjalin
dengan sahabat-sahabat mama semasa hidup. Rencananya mau membelikan mukena
untuk beberapa orang sahabat mama semasa beliau masih hidup. Semoga menjadi
amal jariyah untuk mama. Dan satu lagi berusaha untuk memperbanyak sedekah
makanan seperti yang mama lakukan. Mama selalu menjamu tamu dengan makanan yang
berlimpah itulah sepertinya kenapa rejeki beliau itu berlimpah. Masya Allah. Dan
semoga saya kembali rutin posting blog ya teman-teman. Semoga setiap kebaikan
yang saya tulis ada pahala untuk mama saya. Aamiin.
ikut berduka ya mak Irul. Saya pernah ketemu beliau kebetulan serombongan saat umroh. beliau pernah terpisah dari rombongan di makkah, Alhamdulillah ketemu kami berdua (bersama suami). Terlihat dari wajahnya sudah pasrah sama gusti Allah, yakin nanti pasti ketemu rombongan. Masya Allah semangatnya..
BalasHapusmak Rahma, matur nuwun ya sudah menemani beiau saat di Tanah Haram. Mak, kalau ada foto2 saat umroh bersama beliau mau dong mak aku dikirim via japri. Matur nuwun ya mak
Hapus