Berpengetahuan dengan Kesadaran Penuh





 



Beberapa hari terakhir ini isi kepala berasa penuh banget. Jadi memang harus menulis untuk mengosongkan sebagiannya. Eaaa.  Memulai kehebohan dengan urusan anak-anak yang sedang ujian akhir semester ini. Mulai dari Miqdad, Mush'ab dan Salma. Urusan pembayaran sekolah enam anak. Udah gitu semua bersekolah di swasta. Mantaplah jiwa. Hahaha. Alhamdulillah atas nikmat ini ya Allah. Katanya bersyukur maka nikmatmu akan ditambah. Bersyukur karena bisa menyekolahkan anak-anak di sekolah bagus. Urusan kedai-kedai milik si ayah juga Alhamdulillah jalan lancar. Meskipun beberapa drama para pegawai baru bikin si bapak senewen. Hahaha. Maklum kalau pegawainya ibu-ibu ya siap-siaplah dengan drama para emak-emak. Tapi Alhamdulillah sejauh ini para pegawai kooperatif dan selalu diingatkan kita saling ridha atas pekerjaan ini. 




Jangan tanya urusan penelitian saya ya, bisa betanduk ini kepala. Masya Allah, Subhanallah. Bersyukur kedapatan rejeki para promotor yang sangat kooperatif dan helpful, masya Allah. Meskipun sudah pasang target sepertinya ada beberapa yang meleset. akhirnya mengakui bahwa studi doktoral itu kita bicara tentang endurance. Lambat (nampaknya) tetapi terus bergerak ke depan dan sesekali berhenti tarik nafas dulu. Menyelesaikan kuliah S3 itu tidak bisa terburu-buru. ini berkaitan dengan pemaknaan mendalam juga sih menurut saya. Saat riset dan keahlian kita mengerucut pada satu hal spesifik. Jangan disia-siakan ya Mak. Selalu memanjatkan doa-doa selama perjalanan menuntut ilmu ini. Inilah nikmat bagi seorang penuntut ilmu, doa-doa mereka dikabulkan, insya Allah. 

Oia jangan lupa tetap mengaji ya Mak. Inilah bagian dari penjagaan terhadap endurance tadi. Alhamdulilah sekarang ikut mengaji bersama teman-teman Insist Jakarta. Dari Bogor bisalah naik KRL. Dan kalau balik ke Jogja paling menjalankan kewajiban sebagai seorang daiyah sharing ilmu ke akhwat-akhwat. Dan tidak pernah lagi bergabung dengan teman-teman lawas. Berusaha menghindari sebagian orang  yang tidak kompeten tetapi smart ass. Sejujurnya saya sangat menghindari orang-orang tipe ini. Karena pernah bertahun-tahun bersama mereka. Yang memiliki 'level' hanya karena suaminya yang dianggap mumpuni. Sekarang pendapat-pendapat mereka tidak pernah saya anggap penting. pendapat mereka saya taruh di keset kaki, scrubby. Bahkan bertemupun sudah di tahap mual-mual. Males meladeni ummahat-ummahat tipe begini. Omongannya sampah buat saya. 

Dalam hidup kita pasti pernah bertemu dengan orang-orang seperti ini. Do anything but important. Melakukan segala hal remeh tetapi tidak pernah melakukan sesuatu yang harus dilakukan. Seolah-olah semakin lama kita sibuk, semakin banyak orang yang terlibat semakin keren sesuatu yang kita kerjakan. Kenyataannya, produktivitas bekerja tidak seperti itu. Bedakan antara shallow work dan deep work. Nah, menurut saya para ibu-ibu ini kebanyakan bekerja seperti shallow work bukan deep work. Ta heran mereka hanya di situ-situ saja. Tetapi gayanya sudah petantang-petenteng semacam sudah mengetahui banyak hal penting. makanya tak heran, ketika mereka bicara tentang sesuatu keahlian, mereka hanya bicara kulitnya saja. benar-benar hanya semacam quotes-quotes penyemangat tetapi minim esensi. Tetapi orang-orang ini tidak pernah menyadari diri mereka sebenarnya seperti itu. Parahkan. Bayangkan bekerjasama dengan orang-orang seperti ini. Tidak mau belajar lebih dalam yang benar-benar dalam. Kalau kata profesor saya saat saya menyelesaikan thesis saat S2 dulu adalah, hendaklan seorang muslimah itu berpengetahuan dengan kesadaran penuh. tidak hanya di kulit saja. Ya Allah prof, ternyata berat ya menuntut ilmu sampai tuntas itu, Ternyata berat idraka syai bihaqiqitihi itu. 


Tidak ada komentar

Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.