Saladdin School, Saat Saya Belajar Banyak Hal



Bisa dibilang saya itu beruntung. Sejak lulus dari Universitas Gadjah Mada saya ga pernah lagi mengeluarkan ijazah. Bahkan saat melamar kerja. Opo tumon? hahahaha. Padahal saya sempat bekerja di beberapa instansi. Dan semuanya itu berdasarkan rekomendasi. Jadi ngurus berkasnya itu setelah kerja beberapa saat. Baru ngeluarin dokumen untuk urusan pemberkasan. Dan sampai akhirnya syaa memutuskan di rumah aja dan menjadi blogger dan kontributor media aja. 



Nah saya ingin cerita sedikit tentang pekerjaan yang berkesan banget buat saya. Jadi sekitar tahun 2009 saya bersama beberapa orang kawan berinisiatif mendirikan sebuah lembaga pendidikan alternatif. Tahu kan ya yang namanya sesuatu yang baru pasti akan menemukan 'musuhnya' huahahaha. Bukan musuh ya tapi orang yang ga sepemikiran dengan jalan yang kita ambil. Apalagi di Jogja itu banyak penghamba nilai akademis. Fokusnya ada juara satu dan kompetisi di berbagai lini. Wong anak baru jalan dan belajar merangkak aja ada lombanya kok. Woooh. 


Dan banjhindulnya, si para penentang ini adalah kawan-kawan dekat juga. Double kick ini namanya. Dari sini kemudian belajar. Dalam hidup itu kamu pasti akan dipertemukan dengan orang yang nyebelin yang modelnya kayak gini. Ketemu yang kalo di depan baik di belakang busuk. Ketemu tipe orang yang bersemangat membantu tapi dia ada tujuannya dan kepentingannya sendiri ketemu orang yang kita kerjanya udah jumpalitan kita ini biar hasilnya bagus tetep aja dicela. Ketemu tipe pelakor tapi galakkan dia dari istri sah, eh gimana (ini korban baca infotaiment).  Pokoknya gitulah hidup. 

Sekolah alternatif yang saya dirikan ini dulu namanya keren banget. Saladdin school. Kemudian diprotes karena dianggap kebarat-baratan diganti Sholahuddin Al-ayyubi. Okelah ga masalah. Sistem pendidikan nya dibuat ramah anak diprotes karena dianggap terlalu memanjakan anak-anak. Begitu terus sampai lebaran monyet. Sedangkan yang tukang protes ini ga juga membantu. Bahkan duit juga ga bantu. Saya jadi pengen nyubit kan jadinya. Hahahaha. 

Akhirnya saya menyerah. Iya beneran saya menyerah. Dan saya bikin konsep sendiri. Dan masya Allah kerja di tempat tersebut membuat saya matang beberapa tahun kemudian. Karena syaa belajar banyak workshop pendidikan. Seminar-seminar pendidikan. Saya juga belajar berorganisasi. Dan dari sana saya malah dikenal sebagai ibu pelaku homeschooling mandiri. Mengisi beberapa seminar pengasuhan. Saat ini saya didapuk menjadi direktur sebuah lembaga pendidikan muslimah. Dan perjalanan belum selesai. Dan saya bertekad tidak akan pernah berhenti belajar 

Tidak ada komentar

Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.