Melatih Anak Untuk Mengambil Keputusan-Keputusan Berani

 


Di usia seperti sekarang saya menyadari betul bahwa keputusan-keputusan ‘berani’ yang pernah saya ambil ternyata adalah cermin yang pernah diberikan oleh orangtua terutama ibu saya. Pengambilan keputusan-keputusan yang mengubah jalan hidup itu biasanya memang kita teladani dari orangtua.


Orangtua yang selalu memilih jalur ‘aman’ biasanya akan mewarisi sikap ini bahkan kepada anak-anaknya. Ketakutan dalam mengambil keputusan besar akan diwariskan kepada anak-anaknya. Vice versa, orangtua yang berani mengambil keputusan yang berani terutama dalam menentukan jalan hidup biasanya akan mewariskan sikap seperti itu kepada anak-anaknya. Saya ingat saat lulus seragam putih biru ibu saya adalah orang yang mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan ke luar dari Kalimantan. Bayangkan seorang ibu mendukung secara penuh keputusan putrinya yang masih berusia 15 tahun untuk pindah pulau sendirian, literally. 



Tak hanya orangtua tetapi juga lingkungan bahkan di wilayah yang lebih luas seperti daerah, tradisi masyarakat dan Negara. Jika kita tinggal di suatu masyarakat yang terbiasa ‘santai’ biasanya kitapun akan susah untuk memilih keputusan-keputusan ekstrim. Kita akan cari aman. Bahkan dalam pengambilan keputusan besar dan juga yang menentukan kehormatan diri. Terbiasa cari aman kita akan memilih untuk jadi pecundang. Tak berani ambil bagian untuk menjadi penggerak perubahan. Bahayanya jika ini berkaitan dengan urusan nilai-nilai ideologis yang biasanya jauh dari keuntungan materi.

Saya selalu bilang ke anak laki-laki di rumah. Ada waktunya nanti kita harus mengambil keputusan besar yang bisa mengubah jalan hidup kita dan juga nilai kita sebagai manusia, sebagai muslim, sebagai seorang laki-laki terhormat. Teringat nasihat Steve Jobs “If you want to make everyone happy, don’t be a leader. Sell ice cream”.



Ada saatnya sebagai seorang lelaki para remaja ini akan mengambil keputusan besar dalam hidupnya nanti. Yang bisa saja pilihan itu akan menjadi hujjah di hadapan Allah. Sebagai orangtua kita punya kewajiban untuk menuntun mereka untuk memilih keputusan-keputusan terbaik yang sejalan dengan kebenaran. Dearest my Boy, whatever happens please choose kindness! Semoga pilihan-pilihanmu terhadap kebenaran menjadi hujjah di hadapan Allah atas pembelaanmu atas kebenaran.

Yang perlu dilakukan oleh orangtua sebenarnya sejalan dengan kewajiban kita sebagai manusia:

1. Dengarkan apa pendapat anak. Mereka pasti punya pendapat sendiri dalam setiap pengambilan keputusan yang biasanya bebas bias jika kita dengarkan terlebih dahulu sebelum kita beri saran

2. Setelah mendengarkan pendapat mereka baru kita beri pandangan kita berdasarkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang pernah kita dapat. Agar anak juga punya pandangan lain di luar pendapatnya sendiri. Ini penting agar anak juga terbiasa mendengarkan masukan dan sisi lain dari pilihannya.

3. Jika mereka terpaksa memilih jawaban yang ekstrim maka pastikan bahwa pilihan itu tidak bertentangan dengan aturan agama. Kita punya kewajiban untuk melakukan itu. 

Mau tidak mau hal di atas bisa dilakukan jika kita terbiasa mengobrol dengan anak dan mengajak mereka berdiskusi. 


23 komentar

  1. Wah, keren banget ibunya mbak. Berani melepas putrinya di usia remaja dan keluar dari zona nyaman. PR banget sih emang menghadapi remaja ini. Anak aku yag pertama juga sudah usia remaja dan terkadang ada beberapa keputusan yang menurutku ga pas, alhasil kami ngobrol dan harus menyatukan suara. Emnang bener sih ya kalau ortu itu hars mendengarkan kemauan anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk berkembang.

    BalasHapus
  2. Menginspirasi sekali, mak. sebagai orang yang susah banget mengambil keputusan, aku jadi pengen banget anakku nanti tumbuh jadi orang yang berani mengambil keputusan. Tapi karna dari kecil aku tidak dilatih untuk itu, jujur kadang merasa kesulitan dan bingung mulai dari mana untuk melatih anakku jadi sosok seperti itu.

    BalasHapus
  3. Salut untuk Ibunya, tak heran putrinya pun punya keteguhan hati yang sama. Insya Allah juga akan diteladani putra-putrinya nanti.
    Setuju jika orangtua orang tua punya kewajiban untuk menuntun anak-anaknya untuk memilih keputusan-keputusan terbaik yang sejalan dengan kebenaran

    BalasHapus
  4. Setuju sekali, aku sebagai orang yang susah ngambil keputusan dan lebih cenderung mendahulukan keinginan orang lain, lumayan sulit jadi orang seperti itu, suatu saat nanti aku akan mengajarkan kepada anakku untuk menjadi seseorang yang lebih baik dari ibunya.

    BalasHapus
  5. Anak-anak memang perlu belajar berani mengambil keputusan. Harus belajar bertanggungjawab juga dengan keputusan yang diambil. Karena gak mungkin orangtua terus-terusan nempel ke anak.

    BalasHapus
  6. Zona nyaman emang terkadang melenakan mba. Kita jadi takut berkembang dan mengambil keputusan besar karena ngga siap. jadi mulai kecil saya juga udah biasa memberikan anak-anak pilihan untuk membuat keputusan. Ini membiasakan mereka untuk bertanggung jawab pada setiap pilihan, karena mereka semua juga berhak berpendapat dan memilih. Tentunya dengan memberi saran dan pandangan sebagai orang tua.

    BalasHapus
  7. Iya, melatih anak mengambil keputusan sendiri itu penting ya Mak, jangan sampai mereka tidak bisa ambil keputusan sendiri dan bergantung pada orang tua atau orang lain hiks tidak tahu apa yang mereka inginkan..keren yaa dirimu berani sekolah jauh-jauh saat masih ABG..

    BalasHapus
  8. Ibunya keren sekali mbak. Anak usia 15 tahun menimba ilmu nun jauh di sana, sendirian. Butuh kebesaran hati dan pastinya menaruh kepercayaan tinggi terhadap anak itu wow banget. Anak2 mesti bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tepat ya.

    BalasHapus
  9. Mbaa maaak, hehe. Makasih ya ini jadi tulisan bermanfaat buat aku. Zona nyaman yg aku suka ambil memang dulu juga mengambil cara ortu aku. Beneer banget. Sedangkan pak suami dan aku sekarang mencoba belajar mendorong anak2 untuk gimana nantinya ambil keputusan. Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama hal yg prinsip ya mba. Noted

    BalasHapus
  10. Aahh, keren banget mak Siti Hairul. Aku mesti berguru padamu, dengan empat anak laki-laki aku harus menempa hidup mereka untuk bisa ambil keputusan terkait perannya sebagai pemimpin kelak. Izin banyak-banyak ambil ilmu, mak.

    BalasHapus
  11. Saya termasuk emak lebay yang suka kuatir banget kalau anaknya berpikir mandiri. Apa-apa kalau bisa konsultasi emak dulu, biar aman. Untungnya 2 anak lelaki saya gak jadi lebay, jadi anak emak. Mungkin karena ada suami sebagai penyeimbang ya, jadi anak saya yang sudah dewasa sekarang, hanya konsultasi emak yang emang bagian dari tugas emak. Nah mengenai hidup mereka mereka yang putuskan sendiri. Salut dengan cara mendidik anakmu Mbak. InshaAllah mereka jadi insan seperti yang dirimu harapkan ya. Amin :)

    BalasHapus
  12. Yang saya pelajari dari almarhum emak saya ilmu mendidik anak itu kayak main layangan. Kapan di ulur,dilepaskan bahkan ditarik. Jadi sebagai orang tua peranannya sangat penting selagi anak itu hidup termasuk dalam. Hal ia mengambil keputusan

    BalasHapus
  13. Aku setuju nih, melatih anak untuk mengambil keputusan memang gak mudah ya. Apalagi anak-anak terbiasanya di zonanya yang dia suka, tapi kalau gak gitu kita gak akan berkembang kalau kata almarhum mamahku. Tetap berada di zona nyaman tidak akan membuat kita kreatif katanya.

    BalasHapus
  14. Mak Irul aku setuju karena bagaimanapun kita harus dengarkan pendapat anak. Dan juga harus Terima atau memaklumi kalau pendapat anak beda dengan yang kita harapkan

    BalasHapus
  15. Pilihan ekstrem ini yang kadang membuat anak kian berkembang dan berani mengambil resiko untuk kehidupan masa depannya. Selama tidak bertentangan dengan agama, kita sebagai orang tua wajib dukung.

    BalasHapus
  16. Ya Allah Mak, salut sama ibunya, baru 15 tahun loh sudah boleh keluar pulau. Aku yang setua ini, ibuku masih nganggep aku anak kecil, keluar kota saja di jalan di telp terus. Dan jujurly, ngaruh ke diri aku yang suka kesulitan dalam mengambil keputusan.

    BalasHapus
  17. Anak memang perlu dilatih untuk berani memgambil keputusan dan mempertanggung jawabkannya. Memang nggak mudah ya jadi orang tua tanggung jawabnya besar terutama dalam mendidik anak

    BalasHapus
  18. 3 anak saya laki-laki Mbak, yang 2 sudah remaja. Saya biasa komunikasi dengan anak pertama karena dia memang suka ngobrol dengan saya. Apa-apa diceritain. Baca ini saya jadi ingat kalau ada PR komunikasi dengan anak kedua yang sudah remaja juga. Dan memang benar lho, Mbak. Si anak pertama menentukan sendiri semua sekolahnya dari SMP sampai SMA pilih sendiri. Eh, si adik masih ngikut saja pilihan SMA-nya. Tidak mau menentukan sendiri cuma bilang mau SMK dan jurusannya ada gambarnya.
    Padahal SLTA kan sangat penting untuk pondasi pekerjaannya.
    Huft malah curcol....

    BalasHapus
  19. Iya mak Irul catatan buat aku juag nih untuk mengingat kalau anak juga boleh berpendapat jangan cuma kita orangtua yang memutuskan. Bernai membuat keputusan artinya harus bisa bertanggung jawab. Masya Allah ganteng2 :)

    BalasHapus
  20. Saya setuju dan pengalaman saya juga membuktikan itu. Selepas sekolah, saat kondisi negara sedang genting, penjarahan dan krisis, ibu saya memberikan izin saya berangkat jadi TKW ke luar negeri. Sampai sekarang keputusan apapun saya selalu ambil risiko.
    Sebaliknya, suami saya anak mama. Apa apa dibantu orang tua. Dimanja. Dibantu. Sekarang meski udah punya anak, tetap saja plin-plan dan minta pendapat tapi gak pernah direalisasikan...

    BalasHapus
  21. Saat remaja, aku tumbuh dengan keputusan orang tua. Jadilah kurang berani buat ambil keputusan yang waw. Keluar pulau? Hah, imposible. Aku yang sekarang, gak mau jadi orang tua yang kaya gitu. Anak harus bisa mengambil keputusan hidupnya sendiri dan orang tua dukung itu jika memang baik

    BalasHapus
  22. Terima kasih, kak.
    Rasanya menjadi orangtua adalah madrasah yang kelak apa yang Kita lakukan bisa menjadi karakter Ananda dan menjadi bekal.
    Pola pikir yang mendalam atas tanggungjawab yang dipikul setelahnya, semoga menjadi bekal di akhirat kelak.

    BalasHapus
  23. saya termasuk orang yang selalu memilih jalur aman dan jarang mengambil keputusan berani, mbak. saya rasa ini murni dari kepribadian saya soalnya ibu saya termasuk orang yang berani ngambil risiko. dan sekarang di usia hampir 40 saya akhirnya sadar kalau sifat saya yang tidak berani mengambil risiko ini membuat saya lambat berkembang. makanya nih lagi berusaha berubah sedikit demi sedikit

    BalasHapus

Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.