Ubahlah Kemarahan Jadi Karya

Marah? Berkaryalah!


Satu nasihat ibu yang sering banget diulang. Jangan menjadi penggangu rumah tangga orang lain. Kenapa ibu saya bilang gini. Karena ibu saya single parent dan kenyang banget yang namanya di curigai perempuan lain. Itulah mungkin kenapa ibu saya tidak pernah tertarik menikah lagi karena tahu banget kesempatan untuk perempuan yang sudah punya anak tiga untuk menikah dengan perjaka itu kecil dang a pernah tertarik sama sekali untuk menikah dengan suami orang.


Nah,  nasihat dari ibu saya pegang banget. Meskipun saya ga menolak syariat poligami alias ta’adud. Bahkan saya dan suami sepakat bahwa membolehkan suami untuk menikah lagi dengan beberapa syarat. Bahkan saya ingat banget pernah menulis di sebuah media islam nasional tentang syariat poligami ini. Dan saya fine-fine aja. Yang saya tolak itu adalah mereka yang membawa-bawa syariat poligami hanya untuk melegalkan skandal mereka.

Ada seorang perempuan yang bikin saya marah luar biasa. Awalnya si perempuan ini curhat ke nomor suami. Karena yang curhat seorang muslimah yang memang sepertinya butuh bantuan. Meskipun semakin lama kalau kit abaca pesan-pesannya yang masuk bikin kita mau muntah. Jadi si janda beranak dua ini mengaku pernah berzina  tetapi taubat. Oke, saya selalu salut dengan seseorang yang bertaubat pada Allah. Tetapi yang jadi masalah semakin kesini curhat-an dia semakin mengejar-ngejar. Perempuan ini berjilbab syar’I dan bercadar meskipun dia mengaku dia baru saja bercadar. Oke, dia baru saja belajar islam. Tetapi semakin lama semakin ga ada niatnya untuk menjadi lebih baik. Buktinya ia tidak juga meninggalkan kebiasaan untuk chat-chat dengan lawan jenisnya. Kalau orang belajar islam seharusnya dia paham bahwa melakukan chat-chat yang bersifat pribadi dengan lawan jenis itu apalagi dengan kalimat-kalimat menjurus itu berbahaya. Setelah ditegur dan di blokir eh dia marah-marah. Bahkan ia mengira suami saya mau menikahi dia dan batal menikahinya karena saya melarang. Padahal bukan itu esensinya. Kami tidak suka membangun syariat di atas maksit. Titik. Ga ada kompromi dengan yang namanya maksiat dalam hidup kami. Karena anak kami enam dan mereka harus dijaga dari perbuatan maksiat ayah-ibunya.
Si perempuan ini membuat status-status gam utu yang menunjukkan kemarahan dia atas penolakan suami. Bahkan ia menuduh saya serakah karena melarang suami untuk menikah lagi. Hellooo, bener ya yang namanya pelakor itu dimana-mana selalu ga tahu malu. Orang itu kalau sudah ketahuan aslinya biasanya menghilang. Nah ini si perempuan malah majang status, posting foto di instagram yang membuat status-status pembelaan-pembelaan terhadap beurukannya. Bikin gemes, gemes pengen nabok pokoknya.


Bahkan suami saya sampai trauma. Ga mau pegang hape. Ga mau ketemu orang yang bercadar apalagi. Satu rumah kami trauma semua. Padahal saya punya kewajiban memberikan pembinaan muslimah di kampus yang banyak diantara mereka bercadar. Benar-benar dilemma.

Tetapi kemudian saya belajar. Bahwa selalu ada saja orang-orang yang seperti si perempuan ini. Yang memulai kerusakan kemudian merasa dirinya yang menjadi korban. Coba dipikir yang berzina dia, yang ngejar-ngejar dia kemudian ketika ditolak merasa tersakiti dan menjadi korban. Begh. Pengen muntah. Saya punya beberapa teman single perempuan yang bukannya meratap seperti si perempuan ini tetapi malah sibuk berkarya  dan mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang lain.


Awalnya saya ga bisa menerima. Tetapi kemudian saya memutuskan tidak mau ambil pusing dengan perempuan tipe ini. Saya kembali lagi belajar islam lebih dalam. Melanjutkan majlis-majlis ilmu di masjid-masjid kampus di Jogja. Membuka beberapa lagi majlis-majlis ilmu baru. Dan Alhamdulillah saya survive. Bahkan sekarang saya sudah bisa lebih produktif lagi. Kembali menulis di blog dan media islam. Kemarahan itu memang sebaiknya disalurkan pada hal yang benar. Saya memilih untuk melakukan banyak liputan yang berkaitan dengan perempuan-perempuan hebat. Mengunjungi desa batik. Semakin saya marah semakin banyak tulisan saya yang muncul. Dan Alhamdulillah jadi duit. Alhamdulillah. 

11 komentar

  1. Mbaaaa, dirimu sungguh kuat dan luar biasaaa... AKU BANGGA!

    BalasHapus
  2. Membaca ini makin meneguhkan kalau "menyalurkan amarah" dengan baik akan membuat Allah ridho. Stay inspiring Mbak!

    BalasHapus
  3. Curhat dengan lawan jenis untuk wanita tersebut sudah jelas salah. Kan dia bisa menggunakan media untuk chat sama lawan jenis to. Walah Mbakrul, semoga dirimu sekeluarga dan keluarga semua orang selalu dilindungi oleh Allah ya, Mbak.

    BalasHapus
  4. Maak, speachless..
    Moga makin berkarya ya, kalo gituh harus terus maraah hahahaha*eeh

    Btw kadangn aku juga gitu denk,kalo lagi kesel, marah justru senang sendiri dan me time deh me timenya ngeblog, banyak draft huhuuy..
    MAri bersemangaat!

    BalasHapus
  5. Semangat Mba! Mashaa Allah Mba cobaanmu berat banget ya saat itu? Dan Mba bisa melampaui semua itu dengan menyalurkan menjadi karya. Teladan!

    BalasHapus
  6. Keren mbak... bisa menyalurkan amarah kearah yang positif begini itu ga gampang loh mbak... Cuma sedikit yang berhasil melakukannya... Dan mbak satu diantaranya... Kereeenn...

    BalasHapus
  7. Mbak Irul, inikah yg sempat bikin dirimu nangis waktu itu? Masya Allah, semoga dirimu tetap kuat ya mbak. ^^
    boleh jujur gak, aku kagum sama dirimu ^^

    BalasHapus
  8. Aku kagum sama mbak, bisa ngendalain kemarahannya kepada hal yang positif.

    BalasHapus
  9. kalo pas marah dan tenang kelar aku biasanya nulis blog aja.

    BalasHapus
  10. Euhh.... bikin megap megap bacanya, jadi kesel kesel gimana gitu

    BalasHapus

Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.