Kemarin kan teman Blogger
saya Melly Feyadin baru saja sembuh dari sakit. Sampai-sampai harus melewatkan
kesempatan jalan-jalan melihat Gerhana Matahari Total di Ternate.
Nah buat menghibur Melly
saya mau berbagi review film 2015 lalu yang menurut saya keren, uhuk. Kita
tampilnyaaaaa “ Everest” ala-ala pembawa acara :D. Telat banget ngereviewnya
hahahaha. Ga papalah daripada telat banget.
Sebelum menonton filmnya
saya sudah membaca cuplikan bukunya dulu di majalah Intisari edisi Oktober
2004. Huaaa lama amat sudah 12 tahun berlalu berarti. Artikel tersebut di beri
judul Halusinasi & Aroma Kematian di Everest ditulis Dharnoto berdasarkan
cukilan buku Into Thin Air karya John Krakauer. Kalau sudah nonton filmnya tahulah
siapa John Krakauer. Yups, dialah wartawan yang menjadi anggota rombongan Robb
Hall bersama timnya mendaki ke puncak Everest.
Film yang diadaptasi dari
kisah nyata ini penuh ketegangan, haru biru, semangat, kata-kata inspiratif
bertaburan sepanjang jalan menuju puncak. Saya meminta anak-anak menonton film
ini.
Film
ini bercerita tentang Rob Hall diperankan oleh Jason Clarke yang menjadi pemandu profesional
di sebuah perusahaan pemandu komersil Adventure Consultants. Setiap pendaki
yang ingin mendaki bersama tim Rob Hall harus membayar $65.000,00. Kecuali Krakauer
dimana dengan syarat Rob Hall akan mejeng di sampul depan majalah Outside. Advanture
Consultants sendiri punya saingan yakni Mountain Madness milik Scot Fisher. Yang
dibintangi oleh Jake Gyllenhaal meskipun tadinya sampai memicingkan mata, eh
iya ini beneran si Prince Persia itu hahaha. Maklum di film ini doi brewokan
cyint. Hahahaha.
Ada
beberapa orang yang tergabung dalam tim Rob Hall antara lain Yasuko Namba, Andy Harris, Doug Hansen, Beck dan beberapa orang sherpa. Sherpa sendiri
adalah pemandu lokal yang memang berpengalaman mengantar para pendaki ke puncak
Everest.
Film
ini menurut saya sangat manusiawi diantara bentangan film-film Super Hero hari
ini. Bahkan saya suka banget scene ketika Krakauer bertanya kepada para pendaki.
Apa alasan mereka mendaki ke Puncak Everest. Setiap orang punya alasan. Dan itu
sah saja. Setiap orang punya “ Puncak Everest” nya sendiri.
Saya bilang sama anak-anak terutama
si sulung dan nomor dua yang sudah mulai mikir.
“Apa puncak Everest kalian?”
“Simpan jawabannya untuk diri kalian.
Dan suatu saat buktikan itu jadi nyata”
Meskipun berakhir tragis film ini
membawa dampak luar biasa bagi penontonnya. Seperti saya saat membaca
artikelnya di majalah Intisari 12 tahun lalu.
Saran saya tontonlah. Ga rugi
juga. Melihat visualisasi Everest dari dekat. Siapa tahu kita menjadi punya
banyak amunisi baru untuk mencapai ‘Puncak Everest’ Kita. Percaya deh film ini
sarat pelajaran tentang kesetiakawanan, tentang semangat berjuang dan masih
banyak lagi.
Wah kayanya seru ya soalnya saya belum pernah nonton film yang berlatar tempatnya di gunung.
BalasHapusFilm ini yang ada orang shalat nya itu bukan mak
BalasHapusaku punya dvd nya, tapi sampe skr blm ditonton -__-.. kebiasaan bgt, beli trs terlupakan ... tapi kata suami emg bgs kok mbak.. dia udh nonton duluan malah.. tragis ya akhirnya?? siap2 tissue sepertinya ;D
BalasHapusada di yutub ga mak ?? *emak cari gratisan ><
BalasHapusAku belum nonton film ini. Nanti nyari ah. Makasih mak referensinya :)
BalasHapusWah review filmnya bisa menghibur lara Melly ya mbak Wlaker hehhe
BalasHapus