Buya Hamka yang diproduksi oleh
Falcon ini memang dijadikan tayangan hiburan selama libur lebaran. Makanya ga
heran penontonnya juga semacam rombongan pengajian. Mulai dari simbah-simbah
aktivis Muhammadiyah yang memang lebaran di hari Jumat dan saya yang saat itu
masih puasa hari terakhir tetap datang ke bioskop buat menonton salah satu film
biografi tentang ulama terbaik Indonesia itu. Oia banyak juga yang datang rombongan penonton khas berbahasa Minang.
Berbicara tentang Buya Hamka maka
kita akan bicara tentang seorang sosok ulama lurus, bersahaja dan pejuang serta
aktivis kemerdekaan. Karena memang seorang ulama itu pasti aktivis perjuangan.
Sejatinya seorang muslim dan ulama itu ‘Muharrik’ (penggerak perubahan). Jadi
jika kita penuntut ilmu dan bukan pejuang agama kata seorang ulama “Tak pantas
seorang penuntut ilmu dan ulama berdiam saat kedzaliman terjadi di
sekelilingnya”. Itulah kenapa sejak awal bahwa Buya Hamka akan dfilmkan saya
udah bertekad bakalan nonton bawa rombongan remaja di rumah.
Opening film Buya Hamka langsung
bikin saya diam-diam matanya basah. Saat Buya Hamka sendirian di pengasingan
karena dianggap berkhianat terhadap pemimpin saat itu. Menua sendirian di penjara tetapi
tetap teguh dengan perjuangannya. Buya Hamka adalah potret para ulama yang
teguh di atas pendirian dan aqidah islamnya dan tak takut dipenjara oleh para
pemimpin dzalim. Beliau masuk ke dalam barisan para ulama yang lebih dahulu
didzalimi karena tetap teguh di atas pendapatnya yang berseberangan dengan
pemimpin di masanya.
Film ini memang agak lambat, buat
yang suka film-film Hero ala Marvel, kayaknya ga bakalan cocok dengan film
tenang dan lembut kayak gini. Sinematiknya menyesuaikan dengan kondisi
Indonesia pra Kemerdekaan. Dengan bahasa Minang dan bertebaran bahasa dan aksen
khas berbagai daerah. Mengingat Buya Hamka berpindah ke banyak tempat mulai
dari Makasar, Medan, Padang Panjang dan sebagian besar di Jawa.
Detail penampilan Buya Hamka yang
diperankan oleh Vino G. Bastian dan Siti Raham yang diperankan oleh Laudya Cynthia Bella juga ngena banget. Mulai dandanan khas muslimah zaman dulu dengan kain
panjang bersulam. Dan baju kurungnya yang khas Melayu banget. Cantik. Buya
Hamka juga penampilannya dibuat mirip dengan foto-foto beliau yang tersisa,
dengan sarung dan jas berbahan wol. Masya Allah.
Dialog-dialog dengan pantun khas
melayu juga diselipin dengan manis di beberapa scene. Tak lupa nasihat-nasihat
yang dikutip dari beberapa novel karya beliau mulai dari: Di Bawah Lindungan Ka’bah,
Tenggelamnya Kapal Van der Wijk serta Tasawuf Modern beberapa kali muncul di
film. Saya sendiri mengenal Buya Hamka saat SD dan buku pertama karya beliau
yang saya baca adalah ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk’. Menyusul novel beliau
yang lain. Semasa SMA baru kemudian saya membaca buku-buku beliau yang agak
berat. Dan saya juga sudah membaca buku berjudul 'AYAH" yang ditulis oleh putranya. teman-teman bisa nih baca buku tersebut terlebih dahulu.
Film ini selain menghibur tentu saja mewakili kebutuhan kita akan film-film bertema tokoh inspiratif. Perjuangan beliau menjadi kader sekaligus pemimpin organisasi Muhammadiyah dari Sulawesi sampai Sumatra Timur tentu saja bisa menjadi bagian dari pemberi semangat ke para pemuda hari ini. Beginilah seharusnya seorang pemuda muslim. Cerdas, berkemajuan dan taat agama.
Film yang saya tonton kemarin adalah
volume pertamanya. Akan menyusul film vol.2 dan 3 nya yang sampai sekarang saya
belum tahu kapan tayang di bioskop kita. Semoga ada kesempatan menonton vol. 2
dan 3 nya. Karena itu tentang Buya Hamka di masa muda dan masa-masa beliau
menuntut ilmu ke Jawa sampai ke Makkah. Insya Allah kalau saya nonton bakalan
saya review di blog ini juga. Atau kita janjian nonton bareng. Biarlah dibilang
kayak “ Rombongan akhwat pengajian” hahaha.
Tidak ada komentar
Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.