Kue Gandjel Rel Dalam Kenangan

 

si fans kue gambang

Sejak setahunan lebih ini saya sudah jarang nyediain kue-kue jadul. Karena yang biasanya suka banget nyemilin kue jadul orangnya ga ada. Iya, si bapak seleranya jadul-jadul. Bahkan kue-kue yang anak-anak jarang makan si bapak doyan. Kalau anak-anak di rumah sukanya kue kekinian semacam red velvet atau apalah itu nah si bapak mending cemilan semacam kue gandjel rel, thiwul,  dan balung kethek. Hahaha.

pict by: kompas.com


Kenalan yuk dengan Gandjel Rel. Saya ngerti namanya Gandjel Rel sejak si bapak suka banget bawa kue ini kalau berkunjung ke semarang. Pulang-pulang bawain oleh-oleh Gandjel rel, tahu bakso atau lumpia Semarang. Biasanya dijadikan cemilan saat sarapan pagi ditemani secangkir teh tubruk atau kopi kental dengan sedikit gula. Wanginya kue Gandjel rel ini memenuhi dapur karena biasanya saya hangatkan di oven saat akan disajikan kembali. Kalau ingat kenangan sarapan pagi-pagi dengan gandjel rel itu rasanya basah di ujung mata. Karena sekarang saya ga pernah lagi menikmati kue gandjel rel itu. Sejak si bapak ga ada bisa dibilang saya ga pernah lagi punya stok kue gandjel rel di rumah.

Gandjel Rel alias Kue Gambang

Gandjel rel ini sebenarnya punya nama keren, yakni: kue Gambang. Kue khas yang sejarahnya sih dibuat pertama kali di Batavia. Kue manis yang tidak se-empuk bolu ini terbuat dari tepung, bumbu spekuk, kayu manis dan gula merah. Rasanya legit di lidah dengan sedikit taburan biji wijen. Awalnya saya ga ngerti kue gambang ini. Nah, si bapak yang memperkenalkan saya dengan kue legndaris ini. Bahkan saking ekstrimnya si bapak menyebutnya dengan roti ‘ Gandjel rel’. Setelah si bapak ‘ga ada’ saya baru tahu kalau namanya kue gambang. Hahaha. Jadi selama ini di rumah saya tahunya kue ini ya ‘Gandjel Rel’. Karena memang bentuknya unik seperti balok kayu untuk mengganjal rel kereta api zaman dulu. Kalau teman-teman berkunjung ke Museum Kereta Api di Ambarawa teman-teman pasti menemukan balok kayu sebagai pengganjal rel kereta api zaman dulu itu. Berupa balok kayu atau gelondongan kayu keras yang biasanya terbuat dari kayu jati atau kayu ulin/ besi khas Kalimantan yang memang terkenal sangat keras dan kuat.

Gandjel rel di Semarang

bersama anak-anak di Museum Kereta Ambarawa
(difotoin si ayah)


Nah penampakan kue gambang/gandjel rel itu persis seperti balok kayu pengganjal rel tersebut. Saat ini kue Gandjel rel ini sudah dijadikan cemilan kekinian yang banyak dijual sebagai oleh-oleh khas Semarang. Saya sendiri sih belum pernah membuat kue ini di rumah. Padahal kalau mau membuat sendiri bisa sih. Bahkan agar lebih sehat bisa dengan gula aren organik sebagai pengganti gula merahnya. Dan saya menyesal saat ayahnya anak-anak masih ada saya ga menyempatkan diri untuk membuatkan kue gambang ini. Huhuhu. Padahal ini kesukaannya.

Kue gambang ini jadi semacam pengingat untuk saya. Jangan pernah menyepelekan sesuatu yang bisa disegerakan dilakukan. Karena jika kesempatan itu hilang, sedihnya tidak bisa hilang. Bahkan sampai sekarang jika melihat kue gambang ada ruang kosong di sudut hati. Karena ingat betul, seseorang yang menyukainya udah ga di rumah lagi. Bahkan kemarin saat di bandara saya melihat toko oleh-oleh dan ada kue gambang ini diletakan di etalase. Rasanya ‘maknyes’. Jadi ingat si ayah. Membayangkan pagi-pagi yang telah berlalu itu, menikmati kue gambang dengan segelas teh hangat sambil mengobrol tentang pembayaran SPP anak-anak atau daftar tunggu haji kami berdua. Kenangan itu sudah berlalu lama ternyata. Saat ini hanya bisa bilang seperti lagunya V-BTS

It's such a strange thing to do

Sometimes I don't understand you

But it always brings me back

To where you are

(artikel ini diikutsertakan dalam IDFB Blog Challenge yang diadakan oleh Indonesia food Blogger )

1 komentar

  1. Ya Allah sedih bacanya Mak, peluuuk... semoga sekeluarga selalu dalam lindungan Allah aamiin

    BalasHapus

Terima kasih untuk kunjungannya. Semoga bermanfaat. Harap meninggalkan komentar yang positif ya. Kata-kata yang baik menjadi ladang sedekah untuk kita semua.