Ibu saya memiliki sebuah rumah makan
kecil dan bisnis catering. Sebagai single parent tentu saja ibu harus bekerja
sedikit lebih keras untuk menghidupi ketiga anaknya. Selalu saja nasehat yang
sama diulang-ulang oleh beliau “ Jangan mudah tergantung pada orang lain”.
Itulah kenapa beliau selalu menekankan pada kami untuk bekerja keras.
Sedari kecil saya terbiasa mandiri. Bahkan
mendaftarkan sekolah saja sejak memasuki SMP saya mendaftar sendiri. Bahkan saat
harus merantau dari Kalimantan ke Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah SMA saya
tidak diantar oleh ibu. Bayangkan anak yang baru lulus SMP harus bepergian
sendiri untuk melanjutkan sekolah. Lalu kemudian kuliah saya juga mengurus
semuanya sendiri. Dan saya ga merasa ada yang kurang dengan itu. Saya diterima
di SMA negeri di Yogyakarta bahkan masuk kelas unggulan. Lalu diterima kuliah
di UGM bahkan saya menyambi juga kuliah di fakultas teknik Universitas Ahmad
Dahlan dan ma’had Ali bin Abi Thalib. Hahahahaha. Kurang nekat apalagi cobak?.
Ibu saya mendidik saya untuk mandiri
sedari kecil. Itulah kenapa mungkin saya menerapkan kemandirian pada anak-anak
sejak kecil juga. Anak-anak kami terbiasa mandiri. Dan mereka juga santai aja
dengan kemandirian itu. Ga berasa heboh gitu.
Karena terbiasa melakukan banyak hal
sejak kecil tanpa bantuan orang lain saya jadi ga mudah baper. Saya lebih
memilih banyak membaca dan menulis. Sepertinya saya ga begitu merasa melewati
masa-masa galau seperti yang dialami oleh kebanyakan anak remaja hari ini.
Masa SMA saya diisi dengan belajar,
aktif di organisasi kerohanian dan ta’lim juga juga mengaji di sebuah ma’had
khusus akhwat. Tahun 90-an itu saya sudah berjilbab rapi, berkaus kaki dan
jilbab saya sudah ukuran 150 x 150 cm. dan ga pernah berkurang ukuran jilbab
itu sampai hari ini. Semoga Allah senantiasa menjaga keistiqomahan saya dalam
berislam. aamiin ya Allah.
Makanya saya kadang heran dengan
akhwat-akhwat akhir zaman saat ini. Mudah banget galau. Curhat tentang urusan
hati di sosmed. Baper karena belum menikah.
Saya merasa akhwat-akhwat zaman dulu
lebih tangguh. Padahal lingkungannya asing dengan jilbab lebar. Asing dengan
cadar. Zaman sekarang sangat mudah bagi orang untuk hijrah memakai jilbab syar’I
dan cadar. Lah yang jual juga banyak tinggal pilih model dan bayar. Bahkan tanpa harus keluar rumah sudah bisa membeli berstel-stel gamis lengkap dengan jilbab lebar. Dan orang sudah familiar dengan jilbab
lebar dan cadar. Buktinya di tempat-tempat publik berseliweran akhwat. Di mall,
di hotel, di bandara-bandara, bahkan di tempat-tempat wisata saya sering
melihat akhwat tanpa didampingi mahramnya menikmati tempat wisata. Dan itu
biasa aja.
Lalu kenapa akhwat zaman sekarang
baperan. Diingatkan sedikit lebih keras lalu ‘pundung’. Langsung bawa ayat
tentang dakwah dengan lemah lembut dsb. Padahal yang mengingatkan sendiri sudah
sedemikian lembutnya. Lah, mosok saat orang berbuat maksiat kita juga diam aja. Langsung beralasan dia baru saja hijrah. Padahal yang mengingatkan juga tidak frontal. Dan dia berjilbab bahkan sudah bertahun-tahun.
Sedikit-sedikit curhat di sosmed. Menfollow
akun-akun galau tentang patah hati dan urusan cinta yang gagal. Laa ilaha
illallah. Sebegitu sepelenya urusan hatimu. Sesungguhnya jika ketaatan itu dibangun di atas urusan dunia maka dia
tidak akan pernah bertahan lama. Ia hanya seperti buih. Terlihat ada ketika
disentuh menghilang. Menuntut ilmu di media-media online itupun sudah merasa paling berilmu. Baru membaca satu dua kitab lalu berani mengatakan suatu urusan tentang dien. Ketika ta'lim lebih banyak bercandanya daripada benernya. Bahkan lebih lama memegang handphone daripada memegang qur'an. Padahal jilbab dan cadarnya lebih lebar dari akhwat-akhwat zaman dulu yang dikeluarkan dari sekolah karena jilbab mereka. Yang disidang karena memilih tetap memakai jilbab untuk pasfoto di ijazahnya.
Some people have passed away but their character has kept them alive, others are alive but their character has killed them
(Imam Shafi'i)
Salah satu faktor seorang anak itu menjadi anak yang sukses dalam Agama karna ada ibu yang mendidiknya dengan baik, al ummu madrasatul ula, jadi inget kajian tentang muslimah "Sesungguhnya para pahlawan itu tercipta dari rumah-rumah luar biasa .. ketika rumah-rumah itu di isi dengan ratu-ratu yang beriman"
BalasHapus