Ketika awal-awal kuliah saya sempat
menjual gamis dan jilbab milik seorang kawan dari Solo. Pembelinya juga
teman-teman sendiri. Saat itu agak susah mencari gamis dan jilbab syar’i. ga
kayak hari ini. Di pasar aja udah banyak yang jual gamis syar’I satu stel
dengan jilbabnya. Mau warna apa aja ada. Bahan yang halus ada tergantung isi
dompetlah pokoknya.
Saat itu gamis yang saya ambil dari
produsennya termasuk gamis yang bagus dan halus bahannya. Dan harganya
terjangkau. Teman-teman ngaji biasanya pesan sama saya pas ada kajian mingguan
nanti barangnya saya ambil sebulan sekali di Solo lalu pas kajian berikutnya
barang saya bawa dan langsung dibayar lunas. Bias dibilang keuntungan dari
jualan gamis ini lumayan. Dari situ saya juga bisa beli gamis sendiri.
Nah yang berkesan itu adalah para
konsumen gamis saya ini. Saya ingat beberapa konsumen gamis saya bahkan sampai
hari ini. Seperti system kerja otak manusia segala sesuatu yang biasanya
diiringi dengan hal-hal unik biasanya mudah diingat oleh otak. Saya ingin
bercerita tentang seorang pelanggan saya ini ya.
Sebutlah namanya Maryam. Seorang yang
baru saja belajar Islam. Maryam terkenal pintar. Kebetulan ia satu angkatan
dengan saya di UGM tetapi beda jurusan meskipun satu fakultas. Waktu tahun
2000-an disekitaran UGM sudah banyak kajian-kajian di sekitar kampus. Awalnya si
Maryam ini berjilbab biasa hanya sekedar menutupi dada. Tetapi pakaiannya
terkadang masih memakai celana panjang. Lalu di tahun berikutnya si Maryam
mulai mengaji di salah satu kajian di dekat fakultas kami. Maryam kemudian
mengubah penampilannya. Ia memborong gamis-gamis gelap dagangan saya. Mengganti
jilbab mininya dengan jilbab-jilbab lebar menjuntai. Cantik banget. Tetapi sayangnya
si Maryam tidak bersabar dengan proses. Selaiknya seorang penuntut ilmu
harusnya pakaian juga diikuti dengan menuntut ilmu. Ia hanya mau mengaji dengan
kelompoknya. Ia mencibir dakwah kampus yang digerakkan oleh teman-teman
tarbiyah saat itu. Saya sendiri meskipun tidak ngaji di tarbiyah tetapi
berusaha bersikap terbuka dengan banyak kajian keislaman. Toh semuanya ilmu
yang insya allah bermanfaat dunia akhirat.
Pernah saat saya mengajak Maryam
untuk kajian bahasa Arab yang diampu oleh salah seorang ustadz (yang hari ini
si ustad tersebut sangat disegani di Jogja) dengan santainya si Maryam menolak
dan menjawab “ si ustadz fulan ini ada kecacatan pada manhajnya” deg saya
langsung panas-dingin dibuatnya. Untuk seseorang yang baru memulai ngaji si
Maryam ini kebangetan banget. Hello ini ustadz lulusan timur tengah loh ya. Bukan
lulusan pinggiran Kali Code. Saya hanya terdiam saja. Sesekali saya masih
menjual gamis ke si Maryam. Dan seperti dugaan saya. Tidak butuh waktu setahun
untuk Maryam bertahan dengan kajiannya. Jilbabnya yang mulanya hitam, gamis
yang gelap tidak sampai setahun menganggur. Mula-mula ia mengecilkan ukuran
jilbab. Mengganti gamis dengan celana. Kemudian la Haula wala quwwata illa
billah. Ia melepas jilbabnya. Setiap ia bertemu dengan saya (kami satu
fakultas) ia akan mencari jalan lain. Hingga akhirnya sore itu di depan
bundaran UGM saya yang sedang menyebrang jalan terhenyak. Di ujung jalan si
Maryam dengan seseorang (yang ternyata pacarnya) bergandengan tangan. Rambutnya
di cat warna ombre dan memakai hotpans. Saya langsung bergegas menghindar. Ya
Allah. Hari itu saya ditunjukkan oleh Allah dari bahaya yang namanya tergesa-gesa. Padahal ya Allah si
Maryam ini kalau kajian memakai cadar lengkap dengan kaus tangannya. Sedangkan akhwat-akhwat
Tarbiyah yang aktif di dakwah kampus yang disebut Maryam sebagai “ Orang-orang
khawarij” menjadi aktivis Islam sampai hari ini dan semoga sampai akhir hayat.
Itulah hari ini ketika ada akhwat
yang meminta nasihat tentang memakai jilbab syar’I ataupun cadar selalu saya ucapkan
berulang-ulang. Hendaklah kalian bertaqwa pada Allah dan mengiringi amalan itu
dengan ilmu. Sungguh amal tanpa ilmu itu seperti rumah dengan pondasi yang
lemah. Cukup sekali hembusan angin bertiup rumah itu akan roboh.
Dalam Islam saat seseorang berislam maka ia mempunyai kewajiban yang sama baik dia baru masuk Islam atau sudah lama berislam. Tidak ada perbedaan antara orang yang baru masuk islam maupun sudah lama berislam di hadapan Allah semuanya sama. Begitu juga kewajiban beramal semuanya sama. Jangan sampai beralasan " saya baru hijrah" lalu kemudian kita memudahkan diri dari berbuat maksiat. Sesungguhnya perbuatan maksiat diantara kaum muslimin itu melemahkan perjuangan kaum muslimin yang lain.
Imam Bukhari sampai membuat bab
khusus “ al ilmu qobla qaul wal amal” ilmu itu sebelum perkataan dan perbuatan.
Berat sekali amalan tanpa didasari ilmu itu. Menjaga keistiqomahannya yang
berat. Nasihat ini saya tujukan untuk diri saya sendiri dan akhwat-akhwat di
Muslimah MPI, MDI Ummahatul Ghadd, Amida
Teras Dakwah Dan Muslimah ATK Yogyakarta. Semoga kita termasuk golongan yang
disebutkan dalam Surat Al-'Asr Ayat 3
Ø¥ِÙ„َّا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا ÙˆَعَÙ…ِÙ„ُوا الصَّالِØَاتِ ÙˆَتَÙˆَاصَÙˆْا بِالْØَÙ‚ِّ ÙˆَتَÙˆَاصَÙˆْا بِالصَّبْرِ
“kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
Semoga di akhirat kelak kita bisa menjadi
saksi antara satu dengan yang lainnya. Menjadi saksi kebaikan dan kebajikan
antara kita sehingga kita dikumpulkan di jannah-Nya. Aamiin.
Hi Mbak rul, pelajaran buat saya supaya nggak tergesa gesa dalam hal apapun, maksih mbak artikel dan pencerahannya
BalasHapusmantap artikelnya, slalu d berkati ya,,
BalasHapusdapatkan cashback